11 Masalah Puasa
1. Definisi puasa
Secara bahasa, puasa berarti rnenahan.
Secara isfilah, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
sejak terbitnya fajar kedua (shadiq) hingga tenbenamnya rnatahani dengan
sengaja (niat).
2. Hukum puasa
Segenap umat Islam sepakat bahwa hukum
puasa adalah wajib. Barangsiapa berbuka pada bulan Ramadhan tanpa udzur maka
dia telah melakukan suatu dosa besan.
3. Keutamaan puasa
Allah mengkhususkan puasa untuk Diri-Nya,
memberi pahala dan melipatgandakannya tanpa hisab.
Doa orang yang puasa tidak
ditolak.
Orang yang puasa memiliki dua
kegembiraan, ketika berbuka dan ketika bertemu dengan Rabb-Nya.
Puasa memberikan syafa’at kepada
pelakunya pada hari kiamat.
Bau mulut orang yang puasa lebih wangi
di sisi Allah dari pada wangi minyak kesturi.
Puasa adalah tameng (dari kernaksiatan)
serta benteng dari Neraka.
Barang siapa puasa sehari di jalan
Allah maka Allah akan menjauhkan dirinya dari Neraka sejauh 70 tahun.
Di Surga terdapat pintu Ar-Rayyan,
tempat masuknya orang yang suka berpuasa, dan tidak boleh masuk orang-orang
selain mereka.
Adapun puasa Ramadhan secara khusus
adalah merupakan rukun Islam, bulan saat diturunkannya Al-Qur’an, di dalamnya
terdapat Lailatul Qadar, bila telah masuk Ramadhan segenap pintu Surga dibuka,
pintu-pintu Jahannam ditutup serta setan-setan dibelenggu.
4. Manfaat puasa
Puasa memiliki manfaat yang banyak
sekali. Dan paling penting adalah puasa menjadikan seseorang lebih bertakwa.
Lalu puasa dapat mengusir setan, membunuh syahwat, mendidik keinginan untuk
senantiasa menjauhi hawa nafsu dan maksiat, membiasakan disiplin, tepat waktu
serta merupakan saat permakluman kesatuan umat Islam.
5. Adab dan sunnah puasa
Makan sahur dan mengakhirkannya.
Menyegerakan berbuka, dan ketika
selesai berbuka membaca:
“Telah hilang dahaga, dan telah basah
urat nadi serta telah tetappahalanya,fika Allah menghendaki."
Menjauhi rafats, yakni tenjerumus ke
dalam penbuatan maksiat. Termasuk yang menghilangkan kebaikan dan mendatangkan
keburukan yaitu sibuk dengan kartu, sinetron, film, festival, nongkrong atau
permainan di jalanan dan semacamnya.
Tidak mengkonsumsi makanan mau pun
minuman secara berlebihan.
Dermawan dengan ilmu, harta, jabatan,
akhlak dan anggota badan. Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan
beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan.
Menyiapkan jiwa dan fisik untuk ibadah,
segera bertaubat, bersuka cita dengan masuknya bulan Ramadhan, puasa dengan
sungguh-sungguh, khusyu’ dalam tarawih, tetap bersungguh-sungguh ibadah di
pertengahan Ramadhan hingga akhir, berusaha mendapatkan Lailatul Qadar,
memperbanyak sedekah, i’tikaf dan berbagai kebajikan lainnya.
6. Hukum-hukum puasa
Di antara jenis puasa ada yang wajib
dilakukan secara sekaligus (berurutan), seperti puasa Ramadhan, puasa kaffanat
(denda) karena membunuh secara tidak sengaja, karena kaffarat zhihar, dan puasa
kaffarat karena bersenggama di siang hari bulan Ramadhan dsb.
Puasa yang tidak wajib dilakukan secara
sekaligus (berurutan), seperti qadha’ puasa Ramadhan, puasa sepuluh had bagi
orang haji yang tidak mendapatkan hewan hadyu (sembelihan) dsb. c. Puasa sunnah
dapat menyempunnakan puasa wajib. d. Dilarang mengkhususkan han Jum’at untuk
berpuasa, juga han Sabtu, puasa sepanjang tahun, menyambung puasa (tidak
berbuka), dan dihanamkan pula puasa pada dua han Raya dan pada han-han tasyriq
(11,12,13 Dzul Hijjah).
Masuknya bulan Ramadhan: Penmulaan
bulan puasa ditentukan dengan melihat bulan (ruvatul hiIa]), atau dengan
menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 han. Adapun mendasarkannya pada hisab
maka hukumnya adalah bid’ah.
Kewajiban puasa: a. Puasa diwajibkan
atas setiap muslim yang baligh, berakal, mukim (tidak musafir), mampu, dan
bebas dan berbagai halangan, seperti haid dan nifas. b. Anak yang berusia 7
tahun dianjurkan berpuasa jika mampu, dan sebagian ahli ilmu berpendapat agar
dipukul anak usia 10 tahun yang tidak berpuasa, sebagaimana dalam masalah
shalat. c. Jika ada orang kafir masuk Islam atau anak mencapai usia haligh atau
orang gila menjadi sadan pada siang had maka mereka harus menahan did (dan
makan dan minum) pada sisa haninya, namun mereka tidak wajib mengqadha’ han-han
yang ia tidak berpuasa karenanya. d. Orang gila bebas dan kewajiban puasa. Jika
kadang-kadang gila dan kadang-kadang sadar maka ia wajib puasa saat sadar
demikian pula hukumnya dengan orang yang kesurupan. e. Orang yang meninggal di
pertengahan Ramadhan maka tidak ada kewajiban baginya juga bagi walinya untuk
mengqadha` sisa hari puasanya. f. Orang yang tidak mengetahui diharamkannya
makanan atau bersenggama di siang han bulan Ramadhan maka menurut jumhur
(mayoritas) ulama ia ditenima alasannya ( ma’dzuz) , dengan eatatan ma’dzurpula
orang lain yang seperti dirinya. Adapun onang yang hidup di tengah kaum muslimin
dan memurigkinkan baginya untuk bertanya atau belajar maka dia tidak termasuk
orang yang ma’dzur.
Puasa musafin (onang yang bepengian):
a. Dibolehkan hagi musafir untuk berbuka dengan syarat; meneapai jarak tempuh
minimal safar (bepengian) atau menurut umumnya, penjalanan yang dilakukannya
disebut safari, lalu safar yang dilakukannya bukan untuk tujuan maksiat dan
bukan sebagai siasat agar bisa berbuka. b. Menurut kesepakatan umat, seorang
musafir boleh berbuka, haik ?a mampü melanjutkau puasanya atau tidak, atau
berat baginya puasa maupun tidak. c. Orang yang hendak bepengian di bulan
Ramadhan tidak holeh meniatkan benbuka keeuali ia telah berangkat, dan ia tidak
boleh berbuka keeuali setelah keluan dan meninggalkan kampungnya. d. Jika
matahari telah terbenam lalu ia benbuka saat di darat, kemudian ketika pesawat
telah jauh terbang meninggi ia melihat matahad n’taka tidak wajib baginya
menahan did dad makan minum, sebab ?a telah menyempunnakan puasanya pada had
itu. e. Orang musafir yang sampai di suatu negeri/ daerah lalu dia berniat
tinggal di sana lebih dan empat han maka ?a wajib berpuasa, demikian menurut
mayonitas ahli ilmu. f. Jika seseorang benpuasa di suatu negeri, lalu ?a pergi
ke negeri lain yang berpuasa sehari atau sebelum atau sesudah negerinya, maka
hukum orang itu adalah sama dengan negeri tujuannya (dalam bermuka, idul fithri
dsb)
Puasa orang sakit: a. Sesuatu yang
dngan menurut pemeriksaan dokten atau lnenurut kebiasaan, sakit tersebut makin
berbahaya atau membuat lama sembuhnya jika yang bersangkutan puasa maka boleh
haginya berbuka, bahkan makruh baginya berpuasa. b. Jika puasa menyebabkannya
pingsan maka dibolehkan baginya berbuka tapi wajib mengqadha’. Jika dia pingsan
di tengah han lalu sadar sebelum tenbenam matahari atau sesudahnya maka
puasanya sah,jika masih dalam keadaan puasa. Namun jika pingsannya tersehut
sejak fajar hingga terbenam matahani (Maghnib) niaka. Menurut umhur ulama
puasanya batal. Sedangkan qadha’ puasa karena pingsan adalah wajib. c.
Banangsiapa lapar atau haus yang sangat sehingga ditakutkan membinasakan didnya
atau diduga kuat membuat tidak berfungsinya sebagian inderanya maka ?a boleh
berbuka lalu mengqadhanya. d. Pana pekerjabenat tidak boleh berbuka puasa.
Tetapijika meninggalkan kerja membahayakan dirinya, dan ?a takut binasa di
tengah han maka boleh baginya berbuka lalu mengqadhanya. Adapun ujian di
sekolah atau di univensitas maka hal itu bukanlah suatu udzur (alasan) untuk
boleh berbuka puasa. e. Orang sakit yang diharapkan sembuhnya maka setelah sembuh
Ia harus mengqadha puasanya dan tidak boleh menggantinya dengan fidyah (membed
makanan). Adapun orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, demikian pula
dengan orang yang tua renta, maka tiap hadnya dia membed makan satu orang
miskin sebanyak setengah sha’ (kurang lebih 1,25 kg.) dad makanan pokok
negerinya (seperti beras). f. Orang yang sakit lalu sembuh dan memungkinkan
baginya untuk mengqadha, tetapi beluni dilakukannya sampai ia meninggal dunia
maka harus dikeluarkan dad sebagian hartanya untuk memberi makan orang miskin
dengan hitungan sebanyak han yang ditinggalkannya. Jika salah seorang
kerabatnya berpuasa untuknya, rnaka hal itu dibolehkan.
Puasa orang lanjut usia yang lemah:
a.Wanita tua renta dan kakek lemah yang tak mempunyai kekuatan tidak wajib
berpuasa. Mereka boleh berbuka selama tak marnpu berpuasa, tetapi wajih
mernbayar fidyah, yaitu rnernberi makan setiap harinya satu orang rniskin
kurang lebih 1,25 kg makanan pokok negerinya. Adapun orang tua yang tak bisa
membedakan lagi dan telah pikun, niaka tidak wajib baginya atau bagi
keluarganya sesuatu apapun, karena tidak ada takhfatasnya (pernbebanan
syaniat). b. Barangsiapa memerangi rnusuh atau ada musuh yang mengepung
negerinya, sedang puasa bisa rnelemahkannya dan rnusuh, maka ia boleh berbuka
rneskipun tanpa safar, deniikian pula jika ia memerlukan berbuka sebelurn
berperang, rnaka hal itu dibolehkan. c. Barangsiapa sebab berbukanya karena
sesuatu yang tarnpak, seperti sakit rnaka boleh baginya berbuka dengan
rnenampakkannya pula. Dan barangsiapa yang sebab berbukanya adalah sesuatu yang
tersembunyi, seperti haid rnaka lebih utama baginya untuk berbuka seeara
sernbunyisernbunyi karena ditakutkan adanya prasangka buruk atasnya.
Niat puasa: a. Niat disyaratkan dalam
puasa Ramadhan, juga puasa wajib lainnya seperti puasa qadha’ dan kaffarat. Dan
hendaknya niat itu dilakukan di malam han, meskipun beberapa saat sebeluni
terbitnya fajar. Niat adalah keinginan hati untuk melakukan suatu perbuatan
tanpa diikuti dengan ucapan. Oraug yang berpuasa Ramadhan tidak perlu
rnemperbaharui niatnya setiap malain Ramadhan, tetapi cukup baginya fiat puasa
Ramadhan (sebulan) ketika telah masuk bulan Ramadhan. b. Puasa sunnah mutlak
tidak disyaratkan niat sejak malam han. Adapun puasa sunnah tertentu (puasa Arafah
misalnya), maka yang lebih hati-hati adalah hendaknya diniatkan sejak malam
han.
(Dinukil dan Mukhtashar 7O Mas’alatan
fish Shiazn, M. Shalih A1-Munajjid/am).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar